Sebelumnya sudah kami bahas mengenai dasar-dasar Pajak Penghasilan. Sekedar flashback, pajak penghasilan merupakan pajak yang wajib dibayarkan oleh individu dengan pendapatan tertentu (15.840.000/tahun)
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah
PPh yang dipungut oleh:
1.
Bendahara
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.
Badan-badan
tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.
Wajib
Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
1.
Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2.
Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang
melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3.
BUMN/BUMD
yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara
(APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka
4;
4.
Bank
Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG),
PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT.
Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN
yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun
dari non APBN;
5.
Badan
usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.
Produsen
atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas.
7.
Industri
dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang
pengumpul.
8.
Wajib
Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
1.
Atas
impor :
a.
yang
menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari
nilai impor;
b.
yang
tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c.
yang
tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
2.
Atas
pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu
setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
3.
Atas
penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a.
Kertas
= 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b.
Semen
= 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c.
Baja
= 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d.
Otomotif
= 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.
Atas
penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada
penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5.
Atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar
2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
6.
Atas
impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari
nilai impor.
7.
Atas
Penjualan
a.
Pesawat
udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
b.
Kapal
pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
c.
Rumah
beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
d.
Apartemen,
kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
e.
Kendaraan
bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep,
sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk
PPN dan PPnBM.
8.
Untuk
yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1.
Impor
barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas
(SKB).
2.
Impor
barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
dilaksanakan oleh DJBC.
3.
Impor
sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali,
dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4.
Pembayaran
atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling
banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah.
5.
Pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda
pos.
6.
Emas
batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7.
Pembayaran/pencairan
dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8.
Impor
kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9.
Pembayaran
untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan
PPh Pasal 22
1.
Atas
impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22
terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang
(PIB);
2.
Atas
pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 )
terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3.
Atas
penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4.
Atas
penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6)
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery
Order);
5.
Atas
pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang
dan dipungut pada saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporan PPh Pasal 22
1.
PPh
Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1)
disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai
dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC
harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan
pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.
PPh
Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk
dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus
dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke
KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3.
PPh
Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi
atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a.
lembar
pertama untuk pembeli;
b.
lembar
kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar
ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP
paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4.
PPh
Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak
berakhir.
5.
PPh
Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 )
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya
dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6.
PPh
Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank
persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7.
PPh
Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama
tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut
wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a.
lembar
pertama untuk pembeli;
b.
lembar
kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak
yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara
menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau
batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari
Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah
PPh yang dipungut oleh:
1.
Bendahara
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.
Badan-badan
tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.
Wajib
Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
1.
Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2.
Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang
melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3.
BUMN/BUMD
yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara
(APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka
4;
4.
Bank
Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG),
PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT.
Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN
yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun
dari non APBN;
5.
Badan
usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.
Produsen
atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas.
7.
Industri
dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang
pengumpul.
8.
Wajib
Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
1.
Atas
impor :
a.
yang
menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari
nilai impor;
b.
yang
tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c.
yang
tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
2.
Atas
pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu
setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
3.
Atas
penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a.
Kertas
= 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b.
Semen
= 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c.
Baja
= 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d.
Otomotif
= 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.
Atas
penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada
penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5.
Atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar
2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
6.
Atas
impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari
nilai impor.
7.
Atas
Penjualan
a.
Pesawat
udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
b.
Kapal
pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
c.
Rumah
beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
d.
Apartemen,
kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
e.
Kendaraan
bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep,
sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk
PPN dan PPnBM.
8.
Untuk
yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1.
Impor
barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas
(SKB).
2.
Impor
barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
dilaksanakan oleh DJBC.
3.
Impor
sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali,
dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4.
Pembayaran
atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling
banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah.
5.
Pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda
pos.
6.
Emas
batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7.
Pembayaran/pencairan
dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8.
Impor
kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9.
Pembayaran
untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan
PPh Pasal 22
1.
Atas
impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22
terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang
(PIB);
2.
Atas
pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 )
terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3.
Atas
penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4.
Atas
penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6)
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery
Order);
5.
Atas
pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang
dan dipungut pada saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporan PPh Pasal 22
1.
PPh
Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1)
disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai
dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC
harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan
pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.
PPh
Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk
dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus
dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke
KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3.
PPh
Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi
atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a.
lembar
pertama untuk pembeli;
b.
lembar
kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar
ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP
paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4.
PPh
Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak
berakhir.
5.
PPh
Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 )
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya
dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6.
PPh
Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank
persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7.
PPh
Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama
tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut
wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a.
lembar
pertama untuk pembeli;
b.
lembar
kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak
yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara
menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau
batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari
Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
1.
Bendahara
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.
Badan-badan
tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.
Wajib
Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
1.
Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2.
Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang
melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3.
BUMN/BUMD
yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara
(APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka
4;
4.
Bank
Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG),
PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT.
Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN
yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun
dari non APBN;
5.
Badan
usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.
Produsen
atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas.
7.
Industri
dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang
pengumpul.
8.
Wajib
Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
1.
Atas
impor :
a.
yang
menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari
nilai impor;
b.
yang
tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c.
yang
tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
2.
Atas
pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu
setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
3.
Atas
penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a.
Kertas
= 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b.
Semen
= 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c.
Baja
= 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d.
Otomotif
= 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.
Atas
penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada
penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5.
Atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar
2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
6.
Atas
impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari
nilai impor.
7.
Atas
Penjualan
a.
Pesawat
udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
b.
Kapal
pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
c.
Rumah
beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
d.
Apartemen,
kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
e.
Kendaraan
bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep,
sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk
PPN dan PPnBM.
8.
Untuk
yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1.
Impor
barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas
(SKB).
2.
Impor
barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
dilaksanakan oleh DJBC.
3.
Impor
sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali,
dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4.
Pembayaran
atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling
banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah.
5.
Pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda
pos.
6.
Emas
batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7.
Pembayaran/pencairan
dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8.
Impor
kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9.
Pembayaran
untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan
PPh Pasal 22
1.
Atas
impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22
terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang
(PIB);
2.
Atas
pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 )
terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3.
Atas
penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4.
Atas
penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6)
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery
Order);
5.
Atas
pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang
dan dipungut pada saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporan PPh Pasal 22
1.
PPh
Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1)
disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai
dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC
harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan
pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.
PPh
Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk
dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus
dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke
KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3.
PPh
Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi
atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a.
lembar
pertama untuk pembeli;
b.
lembar
kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar
ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP
paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4.
PPh
Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak
berakhir.
5.
PPh
Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 )
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya
dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6.
PPh
Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank
persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7.
PPh
Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama
tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut
wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a.
lembar
pertama untuk pembeli;
b.
lembar
kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak
yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara
menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau
batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari
Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada
hari kerja berikutnya.