Total penerimaan pajak
2013 ditargetkan sekitar Rp1.040 triliun.
Pemerintah dan DPR sepakat menetapkan rasio pajak terhadap PDB
sebesar 12,87 persen, lebih tinggi dari yang diajukan pemerintah sebesar 12,75
persen. Dengan kenaikan tersebut peneriman pajak naik Rp10 triliun.
Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany
mengungkapkan, kenaikan tersebut telah memperhitungkan naiknya besaran
Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang akan dinaikkan menjadi Rp24,3 triliun
dari Rp15,8 triliun pada tahun depan.
"Jadi total penerimaan pajak 2013 bisa sekitar Rp1.040
triliun," ujar Fuad di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 26 September 2012.
Ditjen Pajak akan memaksimalkan potensi pajak dari 35 juta wajib
pajak yang belum membayar pajak. Pihaknya juga akan menggali potensi pajak di
sektor lain seperti sektor industri, manufaktur, pengolahan dan hilirisasi
tambang.
Khusus untuk sektor tambang, Fuad meminta peran aktif pemerintah
daerah transparan dalam memberikan data perusahaan tambang di daerahnya,
khususnya perusahaan tambang kelas menengah yang masih belum terjangkau.
"Karena tambang itu paling susah yang kecil-kecil dan menengah
ini. Kalau saya ngomong tambang batubara saya tidak ngomong yang besar-besar
justru saya ngomong yang medium size. Karena itu mereka yang belum bayar
pajak," tambahnya.
Tax ratio adalah rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).
Tahun lalu, pemerintah menetapkan rasio pajak sebesar 12,72 persen dari PDB.
"Semua sudah disetujui dan terakhir ini soal tax ratio. Dengan
catatan, jika ada optimalisasi di atas 12 persen, prioritasnya harus ke daerah
dengan metode DAK (dana alokasi khusus)," kata Menteri Keuangan, Agus
Martowardojo, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu 19 September 2012.
Agus menjelaskan, selain alokasi ke daerah, hasil optimalisasi pajak
di atas 12,75 persen, juga bisa disalurkan untuk belanja pemerintah. Syaratnya,
dana tersebut hanya bisa digunakan oleh kementerian/lembaga yang memiliki
penyerapan anggaran lebih dari 95 persen. Selain itu, dana tersebut harus
diarahkan untuk belanja modal.
Terhadap putusan tersebut, Agus Martowardojo mengakui pemerintah
akan sulit mencapai target rasio pajak itu. Kesulitan itu muncul, karena krisis
ekonomi dunia saat ini sudah mulai berdampak pada perekonomian nasional. Selain
itu, harga komoditas mengalami koreksi dan volume ekspor yang mulai
terpengaruh.
"Pembayaran PPh (pajak penghasilan) mulai ada penurunan. Ini
menunjukkan bahwa masing-masing usaha sudah mulai ada yang terpengaruh,"
kata Agus.
Dari perhitungan Kementerian Keuangan, dengan rasio pajak antara
12,75-13,5 persen, pemerintah perlu mengumpulkan pajak hingga Rp120 triliun.
Agus khawatir jika target rasio pajak itu dipaksakan, hanya akan
memberatkan para pengusaha dan individu pajak. Apalagi, pemerintah saat ini
tengah gencar meningkatkan porsi barang tidak kena pajak.
Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany, di Gedung DPR, Jakarta, Senin
24 September 2012, mengungkapkan, saat
ini terdapat sekitar 35 juta wajib pajak perorangan di Indonesia yang masih
belum menyelesaikan kewajiban bayar pajak.
Namun, dia mengkui, upaya untuk menagih pajak pada mereka memerlukan
usaha yang lebih besar. Kondisi itu dikarenakan data kependudukan nasional yang
dimiliki pemerintah belum sepenuhnya tepat. "Kalau untuk mencakup mereka,
butuh data e-KTP yang bener. Karena data-datanya tidak pernah bisa kita
miliki," tambahnya.
Fuad menambahkan, meski pemerintah berusaha untuk mencapai target
rasio pajak, namun hal tersebut tidak bisa dijadikan target perpajakan. Bagi
Fuad, rasio pajak merupakan capaian yang dihasilkan dari upaya instansi pajak.
Selain itu, lanjutnya, perbandingan tax ratio Indonesia tidak bisa
dibandingkan dengan negara lain. Apalagi jika perhitungan yang dipakai selama
ini tidak mengikuti standar internasional. Dalam standar tersebut, unsur pajak
daerah dan Migas masuk dalam perhitungan.
"Masyarakat juga harus mulai tahu, pakai angka yang benar,
hitungan internasional. Itu baru kita bisa bandingkan dengan Filipina atau
Malaysia," ungkapnya.
No comments:
Post a Comment