Pada
saat diberlakukannya ketentuan mengenai Pajak Rokok, pengenaan Pajak
Rokok sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok diperhitungkan dalam
penetapan tarif cukai nasional. Hal ini dimaksudkan agar terdapat
keseimbangan antara beban cukai yang harus dipikul oleh industri rokok
dengan kebutuhan fiskal nasional dan Daerah.
Walaupun
pajak ini merupakan jenis pajak baru, namun diperkirakan pengenaan
Pajak Rokok tidak terlalu membebani masyarakat karena rokok bukan
merupakan barang kebutuhan pokok dan bahkan pada tingkat tertentu
konsumsinya perlu dikendalikan. Di pihak lain, pengenaan pajak ini tidak
terlalu berdampak pada industri rokok karena beban Pajak Rokok akan
disesuaikan dengan kebijakan strategis di bidang cukai nasional dan
besarannya disesuaikan dengan daya pikul industri rokok mengikuti
natural growth (pertumbuhan alamiah) dari industri tersebut.
Pajak
Rokok dialokasikan minimal 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan
(pembangunan / pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit
pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok
(smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan
iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok) serta penegakan hukum
(pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai
larangan merokok).
Saat
ini Direktorat Jendral Bea dan Cukai Kementerian Keuangan terus
mengkaji strategi dan mekanisme pemungutan Pajak Rokok yang akan
diberlakukan pada tahun ini. Diharapkan dengan adanya Pajak Rokok ini
penerimaan daerah akan meningkat dan tercipta pembangunan daerah.
Penulis:
Bayu Prasetia Adi Pamungkas
Mahasiswa STAN Tingkat 2 AE Akuntansi Pemerintahan
No comments:
Post a Comment