Berikut ini ada tulisan menarik dari sdr Aris Nor HamdanAris Nor Hamdan, seorang pegawai Dirjen Pajak.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Bahan Bakar Minyak merupakan sebuah
kebutuhan pokok bagi kendaraan kita dalam rangka mobilitas manusia
sendiri untuk mencapai sebuah tujuan hidup bersosialisasi dengan
kehidupan di lingkungan sekitar layaknya sebagai makhluk sosial. Apabila
kita melihat perkembangan teknologi hingga saat ini, sudah banyak
sekali model transportasi yang bertujuan mempermudah perpindahan
seseorang antar daerah tanpa bergantung dengan transportasi umum yang
mengalami keterbatasan dalam hal waktu operasi serta armada terlebih
saat terjadinya arus mudik maupun arus balik liburan panjang bagi
pengembara pulang menuju kampung halaman demi bertemu sanak saudara
setelah bekerja di perantauan demi mencari rezeki bagi keluarga yang
menjadi tanggungannya.
Selain itu, Bahan Bakar Minyak juga dibutuhkan
dalam hal pengoperasian alat-alat produksi sebuah perusahaan untuk
menjalankan roda perekonomian sekaligus pemenuhan kewajiban perpajakan
sesuai dengan perundang-undangaan perpajakan yang berlaku. Timbal balik
dari pembayaran pajak sendiri sebagai kontibutor penerimaan terbesar
APBN negara ini adalah pembangunan infrastruktur dan prasana guna
menunjang mobilitas rakyat Indonesia sekaligus subsidi Bahan Bakar
Minyak guna menyejahterakan masyarakat di saat harga minyak dunia
semakin meroket tanpa diimbangi kualitas produksi minyak bumi yang
terkandung di nusantara nan luas ini.
Subsidi Bahan Bakar Minyak masih dikaji terus menerus oleh badan
eksekutif dan legislatif dengan tujuan tidak memberatkan seluruh
kalangan ekonomi dengan mempertimbangan harga pasar minyak dunia. Namun,
perbedaan masih tampak jelas antara harga solar untuk kendaraan umum
dan solar untuk industri di harga pasaran negeri ini. Entah pertimbangan
apa yang mendasari perbedaan tersebut, jika ditilik lebih jauh solar
merupakan Bahan Bakar Minyak yang sangat bermanfaat dalam segala hal
seperti menjalankan alat-alat produksi di dunia pertambangan dan
menjalankan mesin genset yang berguna di saat listrik padam maupun
tambahan daya listrik yang besar di saat hajatan acara sakral sebuah
keluarga seperti pernikahan maupun sunatan.
Selain itu, solar juga
memudahkan pengguna kendaraan bermotor dalam menjalankan mesinnya
termasuk speed boat yang melayani penyeberangan antar pulau jarak dekat.
Kalau melihat perkembangan daerah baru berkembang seperti di Kabupaten
Tanah Bumbu, sudah seharusnya subsidi Bahan Bakar Minyak itu mempercepat
perputaran kegiatan ekonomi di daerah ini. Namun pada kenyataannya hal
itu tak sejalan dengan harapan masyarakat yang tinggal di kabupaten
berusia 9 tahun seperti Tanah Bumbu tersebut. Terbukti masih banyaknya
penjual Bahan Bakar Minyak eceran di sekitar SPBU yang beroperasi hanya
beberapa jam saja.
Sekitar tahun 1990-an sebelum krisis moneter mendera negara ini,
mengingat kondisi alam dan kondisi keamanan Kalimantan yang belum stabil
saat itu menimbulkan perebutan kekuasaan atas Sumber Daya Alam di
nusantara ini semakin merajalela sehingga menyebabkan korban jiwa di
kalangan masyarakat yang menambang secara tradisional di tempat
penambangan hutan pun dihentikan bersamaan dengan runtuhnya rezim Orde
Baru. Namun saat itu harga dan persediaan solar masih normal serta
sistem distribusi masih tergolong sederhana dengan metode penyimpanan
solar di tangki yang mendiami gudang dan pembelian dapat berasal dari
Depo Pertamina maupun kapal tangker dengan cara jemput bola ke tengah
lautan sekitar 30-40 mil dari daratan. Untuk metode jemput bola sendiri,
koordinasi antara distributor dengan kapten kapal sangat rapi supaya
dapat menentukan koordinat kapal tangker bertemu dengan kapal tangki
yang dibawa oleh distributor guna melakukan transaksi 30 ton solar per
perjalanan pengangkutan.
Sebenarnya kapal tangker itu membawa solar
dari depo pusat seperti Balikpapan menuju depo cabang di Kotabaru, namun
kuota tangkinya selalu melebihi dari jumlah yang seharusnya diangkut
sehingga kelebihan tersebut dapat diperjualbelikan kepada distributor.
Selisih hargapun tergolong mengiurkan bagi para distributor semisal saja
harga dari depo 450 per liter sedangkan harga di tangker bisa mencapai
300 per liter. Sedangkan muat tangker itu biasanya 150.000 ton namun
order mungkin sekitar 100.000 ton saja setiap kali angkut jadi
keuntungannya mencapai puluhan juta untuk transaksi langsir tersebut.
Sistem langsir merupakan sistem penjualan Bahan Bakar Minyak dengan
metode masyarakat membeli Bahan Bakar Minyak dari SPBU menggunakan
jerigen, maupun mobil yang sudah dimodifikasi mengangkut BBM kemudian
dijual kepada penambang ilegal dengan harga lebih tinggi hingga mencapai
harga Rp 7.000 per liter. Sedangkan Sistem Penjualan di tengah laut
merupakan sistem penjualan kapal transporter BBM dan kapal-kapal
Pertamina kepada kapal industri maupun kapal perusahaan dimana transaksi
terjadi seketika dan sekaligus itu juga artinya pembayaran berupa uang
tunai menggunakan koper.
Pemilik SPBU yang menyalurkan solar bersubsidi
terkadang menjual sebagian kepada industri tanpa menggunakan nota
penjualan, bukti penjualan maupun faktur pajak sehingga transaksi
tersebut tidak dilaporkan dalan laporan keuangan. Jadi transaksi tidak
sesuai dengan Delivery Order yang seharusnya disesuaikan dengan pesanan
yang telah dijanjikan sebelumnya. Dampak negatif dari transaksi seperti
ini adalah ketika sebuah SPBU hanya beroperasi dalam hitungan jam saja
per hari yaitu ketika sebuah tangki pengantar datang dan dalam waktu
bersamaan sudah banyak pengantri solar yang telah menunggu sejak
beberapa jam sebelumnya. Padahal di sekitar SPBU masih terdapat stok
solar yang melimpah yaitu di pedagang Bahan Bakar Minyak yang telah
tertimbun demi memperoleh keuntungan yang melimpah.
Kalau dilihat dari aspek perpajakan, bukti laporan keuangan saat
dianalisa tidak dapat ditemukan transaksi ilegal solar tersebut karena
transaksi uang tidak ada dalam laporan keuangan seperti melalui transfer
bank melainkan hanya berupa uang tunai. Sebenarnya, transaksi ilegal
solar tersebut sudah dianggarkan tersendiri oleh perusahaan terbukti
dari adanya pos-pos pendanaan yang digunakan untuk pembiayaan keamanan
transaksi ilegal kepada pihak berwenang yang berada di wilayah kerja
mulai dari tingkat terendah hingga pihak komando militer di daerah
sekitarnya. Jadi transaksi ilegal seperti ini memang benar-benar
terjadi di dunia industri namun hal ini penerapannya tidak dapat
dibuktikan secara teori tetapi kenyataan di lapangan masih saja terdapat
transaksi ilegal biasanya dilakukan di dalam hutan di gunung maupun
jalan raya saat dini hari sehingga merugikan pengguna solar lainnya yang
benar-benar membutuhkan demi mobilitas di daerah Kalimantan lainnya
yang teramat jauh untuk mencapai daerah lainnya.
Fungsi Subsidi untuk Kemandirian bangsa sebenarnya dapat benar-benar
tercapai jika semua pihak berperan serta dalam bidang perpajakan dengan
asas kejujuran dan akuntabiltitas tinggi sehingga Penerimaan Negara akan
tertolong dengan setoran pajak yang terus meningkat dari kebutuhan
APBN. Namun seiring dengan berjalannya waktu ke depan seperti ini,
mungkin agak sulit untuk memberantas praktek penjualan solar ilegal ini
karena masih adanya pihak yang tidak bertanggung jawab atas pemanfaatan
wewenang atas tugasnya. Subsidi BBM yang bertujuan menyejahterakan
rakyat malah menjadi bumerang bagi Negara ini ketika praktek ilegal
tersebut hanya menguntungkan pihak swasta yang lupa akan kewajiban
perpajakannya. Salah satu jalan keluar dari masalah ini adalah
penghapusan subsidi BBM, sehingga tidak ada perbedaan harga antara solar
kendaraan dan solar industri demi mengurangi praktek ilegal atas
penjualan solar.
Semoga dewan eksekutif dan legislatif mendengarkan
keluhan rakyat atas langkahnya Bahan Bakar Minyak di negeri nan kaya
minyak ini. Apabila pengelolaan minyak negara ini berjalan dengan baik
dan benar maka tidak mustahil jika Indonesia menjadi negara makmur
seperti Negara-negara Arab, namun tujuan itu belum tercapai secara tepat
karena praktek ilegal seperti ini masih merajalela dan sulit diadili
atas perbuatannya. Semoga pelaku industri di Indonesia introspeksi diri
atas segala tingkah laku yang tak sesuai dengan aturan
perundang-undangan perdagangan yang berlaku di negara ini.
No comments:
Post a Comment