Pajak, ketika ia turun serta sebagai regulasi dalam permainan
mekanisme pasar akan menyebabkan terjadinya defisiensi baik bagi
konsumen maupun produsen dan menimbulkan kerugian beban baku yang lebih
besar daripada pendapatan yang akan diterima pemerintah. Hal ini terjadi
sebab dipasar pajak diaplikasikan dengan fokus budgetair, tetapi kalau fokusnya digeser dengan maksud regulerend maka semua trade-off yang tadi disebutkan menjadi tidak relevan lagi.
Sebagai alat untuk mengatur pola atau gaya hidup maka pajak dikenakan
atas aspek tertentu dengan maksud meminimalisir dampaknya negatif yang
dapat muncul untuk skala pribadi maupun skala korporat, dampak buruk
tersebut tentu akan membawa eksternalitas negatif bagi sekitarnya, yang
lambat laun akan mengemuka dan merugikan siapapun yang berada atau
pernah berada dalam radiusnya. Contoh nyatanya adalah asap rokok,
kemacetan jalan raya atau pembuangan limbah industri ke lautan.
Itu sebabnya ada pajak khusus atas produk berupa cukai dan para
industrialis rokok pernah dibebani kewajiban sebagai pemungut PPh Pasal
22 sebesar 0.15% dari harga bandrol dan PPN sebesar 10%. Namun terhitung
sejak 1 Januari 2009, kewajiban untuk memungut PPh Ps 22 itu dicabut,
sehingga praktis masa berlakunya hanya 1 tahun. Belum jelas apa motif
pencabutannya, namun biaya sosial yang harus ditanggung pemerintah
dimasa mendatang pasti akan meningkat, ini tidak menginternalisasikan
eksternalitas negatif yang harusnya diminimalisir.
Pengenaan pajak yang dimaksudkan untuk tujuan semacam ini dikenal
dengan mekanisme Pajak Pigovian, diambil dari nama ekonom Universitas
Cambridge, Arthur Cecil Pigou (1877-1959) selaku penggagasnya. Selaku
pengelola negara, pemerintah ikut campur dalam kegiatan ekonomi baik
dalam bentuk kebijakan berupa pengendalian langsung atau dengan
mengenakan pajak, pajak dianggap sebagai pilihan yang memfasilitasi
adanya jalan tengah karena menambah pendapatan pemerintah tanpa langsung
menurunkan usaha industri. Tetapi, semua pilihan kebijakan ada
ongkosnya.
Mengambil pajak sebagai alat internalisasi eksternalitas akan membuat
pemerintah kehilangan ketegasan dihadapan masyarakat karena sebetulnya
hidup tenang tanpa ada gangguan dari eksternalitas negatif adalah hak
setiap orang, sementara bagi pasar hal ini adalah peluang untuk
melakukan lobi dan transaksi karena terlihat sekali pemerintah
membutuhkan uang dengan menetapkan pajak, karena tentu ada saja beberapa
korporat yang tidak keberatan membayar pajak jika laba yang mereka
peroleh lebih tinggi. Sementara pembatasan langsung tanpa toleransi akan
mematikan atau menurunkan produktifitas industri yang akan membawa butterfly effect yang lebih panjang, mulai dari turunnya potensi pembayaran pajak hingga ke PHK karyawannya.
Analisis cost- benefit menjadi penting dalam hal ini. Menimbang mana yang lebih penting antara tujuan dari tiap aspek yang dibahas dengan opportunity cost
yang harus dikeluarkan. Misalkan antara kesehatan/lingkungan dengan
sisi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan materi masyarakat. Mekanisme
Pajak Pigovian bisa menjadi alternatif karena memang dianggap mampu
menekan laju peningkatan biaya sosial dimasa depan sementara mekanisme
kendalikan langsung bisa diterapkan jika memang sumber penerimaan negeri
sudah tangguh dan mandiri.
Sumber : Pajak Nasional
No comments:
Post a Comment