Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maka akan diterbitkan suatu Surat Ketetapan
Pajak (SKP), yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar,
lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak (WP) tidak sependapat, maka timbullah
sengketa pajak. Penyelesaian sengketa pajak di tahap paling awal adalah
pengajuan permohonan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya
apabila belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka WP dapat mengajukan
banding. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh WP dalam sengketa pajak
adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Penetapan pajak dilakukan oleh DJP melalui proses
pemeriksaan, penelitian, maupun verifikasi. Jenis-jenis ketetapan pajak yang diterbitkan
adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Di samping itu dapat diterbitkan pula Surat
Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi yang dapat
berupa denda, bunga, serta kenaikan.
Apabila WP ingin mengajukan keberatan atas suatu
ketetapan pajak harus diajukannya secara tertulis kepada DJP paling lambat 3
bulan sejak tanggal dikirimkannya SKP atau sejak tanggal pemotongan atau
pemungutan kecuali jika WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak
dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Atas keberatan tersebut,
DJP akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak surat keberatan diterima.
Ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi dalam
pengajuan keberatan :
·
Pertama, mengajukan surat permohonan
keberatan yang telah ditandatangani oleh WP kepada Direktur Jenderal Pajak
melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN,
dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
·
Kedua, permohonan diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang
menurut perhitungan WP dengan menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
·
Ketiga, permohonan keberatan harus
diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak
dikirimkan, kecuali WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena di luar kekuasaannya. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan
pertama sampai dengan ketiga itu, tidak dianggap sebagai Surat Keberatan,
sehingga tidak dipertimbangkan.
·
Terakhir, keempat, dalam hal WP
mengajukan keberatan atas SKP, maka WP wajib melunasi pajak yang masih harus
dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui oleh WP dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Perlu diperhatikan bahwa jika permohonan keberatan
WP ditolak dan WP tidak mengajukan banding maka WP dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
Selain permohonan keberatan, WP dapat mengajukan
permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi serta pengurangan
atau pembatalan ketetapan pajak. Jika dalam suatu ketetapan pajak ditemukan
adanya kekeliruan akibat salah tulis atau salah hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan,
baik atas permohonan WP maupun secara jabatan, ketetapan pajak tersebut dapat
dibetulkan.
Jika kemudian, WP masih belum puas dengan Surat
Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka WP masih dapat
mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan
diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu)
Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan
putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.
Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan
sebagian, maka WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%
(seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan
pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Selanjutnya jika WP masih juga tidak puas dengan
Putusan Banding, maka WP masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali (PK)
kepada Mahkamah Agung. Permohonan PK hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Permohonan PK harus diajukan dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum
tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.
Kemudian terakhir, Mahkamah Agung harus mengambil keputusan dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima. Dengan demikan
jelaslah bahwa sudah ada kepastian hukum yang menjamin hak-hak WP jika ingin
mengajukan keberatan, banding, dan/atau PK atas SKP yang diterbitkan oleh DJP.
No comments:
Post a Comment